Sabtu, 08 Februari 2014

Pelangi Beri Aku Warna

Tak selamanya benang itu selalu rapi, seringkali pintalan benang itu kusut, sulit diterjemahkan hingga berakhir kejenuhan. Begitulah keadaanku sekarang, berada di tengah tikungan tajam persahabatan yang memaksa aku memilih, sendiri tanpa tersakiti, atau bersama namun terus tersakiti. Egois memang jika aku tetap memilih untuk berpisah dengan sahabat-sahabat yang kurajut, kubangun dengan berjuta cerita, pengharapan serta kejadiaan yang mengharukan hingga membuat aku tak bisa melupakannya. Namun seegoisnya aku mencoba untuk sendiri, jauh lebih menyakitkan jika aku terus bersama. Bagaimana tidak ? mereka orang yang selama ini kusayang tempat bersandar berbagi rasa sedih, duka, dan derita akrab dengan orang-orang yang telah membuatku jauh dari mereka. Apa ini kecemburuan ? kurasa tidak, memanglah pantas jika aku merasa sudah tidak di acuhkan lagi oleh mereka yang dulunya selalu tertawa bersama. Apa ini hanya suatu
ketidaksengajaan ? kurasa itu juga alasan yang tidak tepat.

Terlebih Tania, sahabat yang memang dari awal aku masuk sekolah sampai sekarang sudah tidak berbagi tentang masalahnya kepadaku, malah memilih Gita, teman uupss mungkin sahabatnya yang sekarang untuk berbagi cerita tentangnya. Sangat miris sekali terasa disayat pisau tajam lalu dioles perasan jeruk.
Sebenarnya, aku sudah merasakan keretakan persahabatan antara Aku, Tania, dan Elena 4 bulan yang lalu. Ketika Gita mulai selalu mendekati Tania kemanapun Tania pergi. Pada saat itu, bukan hanya aku saja yang merasa jengkel dengan kejadiaan itu, tetapi juga Elena.
Pelangi Beri Aku Warna - Cerpen persahabatan
Terlebih suatu ketika, ketika Aku, Tania, Elena, dan Gita tergabung dalam misi sekolah. Itu terjadi dihari Jumat, disaat kami pulang lebih dulu dari jam normal Senin sampai Sabtu. Waktu itu aku heran dengan gelagat mereka bertiga yang tertawa dan cengar-cengir melihat handphone canggih Tania, lalu aku mendekati Tania yang sedang tertawa sambil menengok handphone nya. Dengan cekatan Tania menghindarkan handphonenya dari tatapan ku.
“Vinaa kepoo.. vina kepooo “ sahutnya berlari diikuti Elena.
Sontak aku tak tinggal diam langsung mengiringi mereka sampai mengitari sekolahan yang bertingkat, naik tangga turun tangga. Kelelahan memang mengejar sambil menahan sakit perut. Namun aku masih terus mencari tahu, apa sih yang mereka sembunyiin ?

Dengan langkah tergopoh aku masih berusaha mengejar, diujung balkon sekolah aku mendengar suara cekikan Elena yang memang terdengar berbeda dengan siswa lainnya. Berniat mengagetkan, aku berjalan pelan menuju suara itu, yah memang benar perkiraanku, suara itu suara Elena dan Tania, lagi-lagi mereka masih cekikan sambil memegang handphone. Tingkat penasaranku semakin tinggi.
“Hoooii…”, aku mengagetkan mereka dari belakang.
“Haaaaaaaaaaaaa…”, mereka pontang-panting berlarian menuju perpustakaan. Aku masih tetap mengikuti arah mereka. Tiba-tiba saja, Gita datang menghampiriku.
“Sudahlah na, jangan ganggu mereka dulu. Mungkin mereka lagi tidak mau berbagi tentang itu” ucapkan Gita membuatku sedih.

Apa mungkin mereka tidak mau bercerita kepadaku ? pertanyaan itu langsung merongrong di kepalaku.
“Git, kamu tau gak apa yang mereka sembunyiin itu ? tanyaku dengan wajah jenuh.
“Tau sih na “ jawabnya singkat.
“Lalu kenapa mereka gak mau kasih tau ke aku ? Apa itu menyangkut tentang cowok barunya ? “ sahutku heran.
“Mungkin saja mereka ada perkiraan tertentu na”
“Yasudahlah”

Aku berlari meninggalkan Gita menuju kelas. Merasa jenuh, aku memutuskan untuk pulang. Daripada terus berlama-lama disini, tetap diacuhkan.
Di kamar, aku lebih memilih untuk tidur. Penat dengan rutinitas sekolah, membuatku cendrung letih.
Jam sudah menunjukkan pukul 4 sore, ketika aku tersentak dari tidur. Ternyata istirahat jika letih itu memang cocok dengan tidur, tidak salah jika orang-orang pintar banyak mendefenisikan tentang itu.
Tiba-tiba saja aku teringat akan handphone yang sedari tadi aku matikan. Ku genggam handphone yang
berada disebelah kanan dan menekan tombol merah untuk menyalakan.
Setelah 1 menit nyala, pesan demi pesan bertubi-tubi datang, yah siapa lagi yang sms kalau bukan Tania, orang memang akrab lebih dulu denganku dibanding Elena.
Pesan pertama“Vina, dimana lo sekarang, gue jemput nih”
Pesan kedua “Lo mentang-mentang mau ultah 2 hari lagi na, jadi lo buru-buru beli persiapan buat ngerayainnya ya na ?

Pesan Ketiga “Na, balas dong na, dimana lo ?”
“Emangnya lo masih butuh gue tan, segitu penting ya gue buat lo, lo udah punya sahabat baru. Lo sendiri gak mau berbagi cerita sama gue. Lo lebih milih cerita sama Gita ketimbang sama Gue. Gue ngerasa gak berarti tan. Apa salahnya sih, berbagi sama gue. Siapa sih yang ngerasa di cuekin dengan sahabatnya sendiri, apalagi posisinya sekarang digantikan orang lain. Gue manusia, gue masih punya rasa.”, gumamku sedih diiringi air mata sambil memaki-maki handphone seakan-akan handphone tersangkanya.
Nada dering tanda panggilan masuk pun berbunyi, kutatap lamat-lamat layar handphone, ternyata itu dari Tania, memang sih tadi ada pesan dari operator yang mengatakan Tania dari tadi udah ngehubungi berulang kali. Tapi aku lebih memilih untuk tak menjawab. Karna takut, nanti air mata ini diketahui Tania, bahwa aku sedih akan sikapnya dan Elena.
5 panggilan tak terjawab, kini tampil dilayar handphoneku.
25 September, 1 hari sebelum hari ulang tahunku. Aku berharap semoga esok sahabat dan teman-teman memberi surprise terindah, apalagi besok hari Minggu, jadi mereka punya persiapan untuk merayakannya.
Dengan perasaan senang, aku tidur secepat mungkin, berharap pergantian umur membuat aku semakin dewasa dalam menyelesaikan masalah dan akan hadir orang yang memberi arti dihidupku. Aku pun terlelap.
26 September, 17 tahun terlahir kedunia membuat aku menjadi manusia yang terpilih untuk dapat hidup diwaktu yang cukup lama. Lagi-lagi aku segera meraih handphone berharap akan diserbu ucapan selamat dari siapapun.

Ternyata memang benar 12 pesan menghiasi layar handphone. Bagi para remaja, seseorang yang berarti dalam hidupnya, ya seseorang yang mengucapkan selamat untuk pertama kalinya. Ku cari pesan paling bawah untuk melihat siapakah orang itu. Yaaa, dari Tania. Jujur ketika aku melihat namanya ada perasaan senang dan sedih, tapi lebih dominan sedih sih. Habisnya Tania bukan Tania yang dulu, yang selalu ada disaat ku butuhkan.
“Na, selamat ulang tahun yang ke 17 ya. Panjang umur, semakin dewasa, bertambah rejeki, dan semakin disayang Buk Tantri, hehee”
Setidaknya dengan pesan dari Tania itu membuat aku sedikit terharu, berarti dia cukup ingat kejadian yang cukup berharga dihidupku.

Lalu dari segelintir pesan itu, kucoba mencari nama Elena, ya dia berada di posisi ke 4, walau kecewa aku juga cukup senang namanya juga unjuk gigi untuk mengucapkan selamatan.
“Vina, happy birthday ya, panjang umur, sehat selalu, makin pinter bahasa inggrisnya, dan makin banyak kosakatanya biar gak di ketawain lagi ya, hahaaa. Lofyu :* “
Perasaanku semakin tidak karuan dengan keadaan yang seperti ini. Persahabatan tidak selalu indah, tapi naluriku mengatakan untuk saat ini mungkin aku lebih baik menjauh dulu dari mereka, disbanding dekat malah bikin sakit hati.
Siang telah menjelma, tapi sedikitpun tanda-tanda kehadiran mereka tak terusik pun. Kekhawatiran semakin menghadangku, aku semakin pesimis, Mana mungkin mereka datang untuk merayakan ulang tahunku, aku kan bukan siapa-siapa. Bak bumi merindukan bulan.
Hingga sore telah mengubah terang menjadi temaram kehadiran mereka sama sekali tak menunjukkan arah, yasudahlah, mungkin mereka ada keperluan, gumamku berusaha berpikir positif.
Keesokan harinya disekolah, aku berangkat dengan sejuta harapan lagi, datang pagi dan berusaha agar tidak terlambat. Ya cara itu berhasil, aku datang ketika jam menunjukkan pukul 6.45, berarti lebih cepat 20 menit dari biasa.
Menjalani rutinitas belajar sampai pukul 10.00 cukup membuatku lelah dihari itu, entah kenapa ? ini tidak seperti biasanya. Badan panas, kepala sakit, bahkan kaki terasa nyeri. Dibilang salah makan bukan, pagi tadi tetap makan nasi. Terus apa yang salah ? tadi pagi saja aku masih baik-baik saja. Sungguh menyebalkan, sakit datang tak sesuai waktu.

Menjelang pukul 13.00 aku semakin menjadi sakitnya. Untuk jalan saja aku sudah tidak kuat, ya terpaksa pukul 2.00 selesai mata pelajaran normal aku pulang. Ketika melewati pintu keluar, Gita memanggilku.
“Vinaaa, vina kenapa ? Vina sakit ya ?” , ucapnya mendekatiku.

Aku masih diam, bukan karena marah tapi karena gak bisa ngomong.
“Iya, vina sakit yaa ? Tapi kalo diliat-liat dari cara balas sms kemaren gak percaya deh kalo vina sakit ?, sergah Tania heran.
“Benar tuh, kemaren Elena sms Vina balasnya gak kayak orang sakit, GWS ya na”, potong Elena menepuk bahuku.
Tiba-tiba saja air mataku jatuh, memang bawaan sakit begitu. Tania dan Elena mengusap air mataku, sedangkan Gita memelukku. Aku cukup terharu saat itu, mungkin itu wujud pertahian mereka. Tapi entahlah. Maybe.

Nanda yang dari tadi menungguku untuk diantar keluar bergeming.
“Ayo Vina, tapi mau diantar keluar”
“Ehh iya nan, gue pulang dulu”pamitku kepada mereka.
“Vina, Elena ikut juga”
“Iya, Tania juga”
“Baiklah” sahutku.

Diperjalanan pulang. Mereka masih bicara tentang keadaanku, mereka kurang yakin aku sakit, karena sepengetahuan mereka kemaren aku tidak menunjukkan tanda-tanda apapun. Tapi yasudahlah namanya juga penyakit, kapan datangnya kita juga tidak tau.
Sesampainya dirumah, aku langsung rehat di kamar. Sungguh, sakitnya luar biasa. Kepala sakit, padan panas tinggi, kaki kecapekan. Membuat aku izin sekolah satu hari.
Setelah cukup merasa sembuh, aku memilihkan untuk sekolah kembali, karena dihari itu ada jadwal belajar dengan guru favoritku, guru yang banyak mengajarkanku tentang hidup, walau hanya bertemu dikelas 2 kali, tapi pelajarannya memberi arti banyak untukku.
Sehabis jam belajar akhir, aku langsung pulang karna kondisiku sudah lemah. Walau banyak yang mengajak untuk bercerita ya terpaksa aku menolak dan syukurlah mereka mengerti.

Keesokan harinya, masih sama dengan kemaren, sehabis jam pembelajaran aku lebih memilih pulang, tapi masih ada juga yang mengajakku bercerita. Hingga akhirnya Elena dan Gita menghampiriku kekelas.
“Vin, jangan pulang dulu yaa. Kita mau jalanin misi sekolah kemaren itu loh !’ bisik Gita kepadaku.
“Iya Vin, jangan pulang dulu yak !”, potong Elena.
“Maaf ya teman, gue gak bisa, perut gue perih nih, gak kuat. Gue pulang dulu ya”.
“Tapi..”, potong Elena.
“Iya Elen, jangan maksa Vina dia juga masih sakit, gak percaya coba pegang jidatnya, panas kan ?” bela Rani teman satu kelas.
“Baiklah Vin. Hati-hati ya, perlu diantar ?” Tanya Elena.
“Gak usah, gue bisa sendiri Len”, sanggahku.

Sesampainya dirumah, aku kembali menghampiri ranjang untuk istirahat, selang 30 Menit. Aku dibangunkan Kak Mira dari tidur.
“Vin, bangun Vin, ada teman kamu tuh ?”
“Teman ?”
“Ya, 2 orang”
“Bilang aja aku lagi gak dirumah kak”, cetusku yang yakin itu pasti Tania dan Elena.
“Gak boleh gitu, dia jauh-jauh nengok kok malah ditolak”
“Ya males kak, kan disekolah udah tadi”
“Sstt, ayo keluar mereka udah lama nunggu”
    
Dengan wajah cemberut aku berjalan menuju Ruang Tamu.
“Vin..”
“Ya, ada apa ?”
“Gak suka ya kami datang?”
“Ya ngapain kalian kesini ? Gue mau tidur nih !” cetusku.
“Tan, kita gak boleh kesini Tan sama Vina”, sahut Elena ke Tania.
“Iya vin, kita gak boleh ?”, Tanya Tania dengan wajah Iba.
“Hahaaa”, aku mengakhiri saat genting dengan mengajak mereka minum.
    
2 jam tlah berlalu mereka pulang, karena dirumah tamu-tamu juga sudah banyak berdatangan dari luar kota. Karena itu memang tradisi keluarga kami, berkumpul dirumahku setiap akhir minggu. Mereka pulang dengan sedikit cemberut, mungkin karena perlakuanku yang terkesan tidak suka.
    
Minggu tlah berlalu, Senin hadir dengan rutinitas baru. Hari ini upacara, aku tetap meilih untuk ikut, daripada didiskriminasi, rasanya gak enak banget.
    
Kini jam sudah menunjukkan pukul 4.10 sore, berarti jam pelajaran sudah usai untuk hari ini. Aku bergegas pulang.
    
Disaat menuju pintu, aku digopong Ratih untuk berjalan. Aku mulai heran, ada apa sih ? gumamku.
“Happy Birthday Vina”, sorak teman-teman disekitarku, diikuti kehadiran Gita membawa cake bergambar Angry Birds besar bertuliskan Happy Birthday Vina.
    
Aku masih dalam posisi diam, tanpa ekspresi. Hingga ke acara pemotongan kue, aku masih diam, tanpa direncanakan ekspresi itu berjalan sendiri.
    
Tak ada yang namanya suapan pertama bagiku. Kue itu kupotong sama banyak, lalu dibagi untuk teman-teman yang ada disana. Secuil pun aku tak menyicipi kue itu. Karena aku merasa, untuk apa dirayakan ? jika harus telat satu minggu.
    
Aku pulang ketika kurasa itu sudah selesai. Aku juga melihat ekspresi wajah mereka tidak puas dengan respon dariku. Aku sendiri juga tak menyadari, mengapa respon aku harus seburuk itu. Lagi-lagi yasudahlah, namanya juga waktu, tak menentu untuk hadir.
    
Lain waktu, teman-teman menyampaikan perasaannya tentang kejadiaan kemaren. Mereka mengkritik tentang ekspresiku. Banyak yang memberikan komen tentang masalahnya. Aku tetap diam, anjing menggonggong khafilah berlalu. Pribahasa yang indah menurutku.
    
Semakin hari persahabatanku dengan Tania dan Elena semakin kacau, aku mulai jarang menghabiskan waktu dengan mereka. Lagian mereka juga sudah punya sahabat yang baru, jadi mereka tidak kesepian lagi dong.
    
Hingga suatu saat aku melihat album fhoto disalah satu situs yang melukiskan tentang keakraban mereka, awalnya sih cuek, tapi kalau dipendam nyesek juga.
    
Berlanjut, disaat update di twitter aku juga membaca twit dari Tania yang sumpah bikin aku nyesek banget.
“Udah ada teman baru, mulai jarang ngumpul sama kita, bilang busy juga”
  
Lagi-lagi nyesek bener bacanya, banyak orang yang hanya bisa menuduh tanpa mengetahui sebab kenapa seseorang melakukan perbuatan itu.
    
Aku langsung berpikir, teman baru ? aku ya yang dapat teman baru, bukankah Elena dan Tania ya ? mereka sibuk dengan dunianya, apa salah aku menjauh karena aku ngerasa aku udah gak sejiwa lagi. Mereka suka jalan-jalan, aku lebih suka dirumah, mereka suka nongkrong, aku lebih milih pulang, mereka sering update, aku jarang update. Apa aku salah menjauh dan memilih untuk menyatukan mereka dengan teman barunya ? aku tidak mengganggu, tidak marah ? tapi kenapa mereka ngerespon begitu ? Miris ya !
    
Sebulan tlah berlalu, keadaan masih tetap sama. Hingga banyak orang yang mengetahui keretakanku dengan Tania dan Elena. Ditelingaku sendiri mendengar seseorang mengatakan sambil melihat suatu situs.
“Jadi ini sahabat baru Elena dan Tania”
    
Kalimat itu sangat menyakitkan, seakan-akan aku tidak berarti lagi. Namun itu tak masalah, aku mengambil sebagai tambahan untuk memperkuat bahwa aku tidak salah untuk menjauh orang yang aku sayang demi kebahagiaan mereka. Agar mereka tidak terganggu oleh ketidakbisaankumewujudkan keinginan mereka.
    
Jujur, aku sebenarnya gak mau bungkam-bungkaman dengan kalian, hanya saja aku ngerasa kita udah beda pandangan dan alur. Kalian ngerti gak aku ngelakuin itu untuk apa ? supaya kalian dapat bergerak bebas kesana kemari dengan mereka-mereka yang benar-benar bisa mewujudkan semua itu.
    
Kalian mungkin menyadari, kini sikapku mulai berubah. Tidak cerewet, lebih pendiam bahkan sangat pendiam. Ya mungkin itu bagian doa tentangku. Ingat gak waktu Tania bilang “Semoga diulang tahun ke17, Vina gak bawel lagi” , ya mungkin itu bagian dari terkabulnya doa kalian untukku.
    
Aku harap kalian ngerti keputusanku. Aku gak ingin dekat karena aku takut aku tersakiti. Kalian sudah cocok kok dengan mereka. Mereka yang sempurna sama seperti kalian, yang dapat memahami kalian dan bahkan kalian lebih mempercayai mereka untuk berbagi cerita, bukan aku. Berarti kalian sudah komplit. Buat apa lagi ada aku ? dengan adanya aku mungkin akan mengurangi rasa senang kalian.
    
Karena aku paham, “Sahabat tidak harus dekat, tidak harus lekat. Sahabat itu hanya butuh pengertian dan mempercayai “ dan aku yakin “Pelangi saja yang banyak warna tidak repot mengurusi warna-warnanya. Apalagi kita masa mau kalah dengan Pelangi, sesungguhnya pelangi yang indah itu pelangi yang dapat memberi banyak warna, bukan hanya kebahagiaan tetapi juga penderitaan, sama seperti kita“
   
END

DMCA Protection on: http://www.lokerseni.web.id/2013/12/pelangi-beri-aku-warna-cerpen.html#ixzz2sj2mrJCJ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar